I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kelompok tani merupakan kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama mencapai kesejahteraan anggotanya.
Kelompok tani tidak akan berfungsi sesuai yang diharapkan jika kurangnya pembinaan dan pelatihan kelas belajar mengajar dari aparat penyuluh pertanian, perkebunan dan BPP. Oleh karena itu, untuk mengetahui dinamis atau tidaknya suatu kelompok tani, bisa di nilai atau diukur dari karakteristik petani, fungsi kelompok tani, kemampuan kelompok tani, ciri-ciri kelompok tani, dan unsur – unsur dinamika kelompok tani.
Sehingga untuk melihat dan mengukur tingkat dinamika kelompok tani maka terlebih, dahulu dinilai unsur-unsur dinamika kelompok tani. Unsur-unsur dinamika kelompok tani yang dapat diukur seperti tujuan bersama kelompok, perasaan bersama kelompok, struktur kelompok, partisipasi kelompok, keterpaduan kelompok, dan pengendalian masalah sosial.
Seiringan dengan perkembangan pertanian perkebunan, maka dibentuklah kelompok-kelompok tani agar petani lebih aktif dan berperan dalam berbagai kegiatan. Begitu pula dengan kelompok tani yang ada di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat Kabupaten Malinau yang berusaha, di bidang usahatani kopi (Coffea sp.). Selain kopi, kakao, lada, dan vanili juga menjadi usahatani perkebunan rakyat di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat.
Kopi (Coffea sp.) merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekaran dilihat dari perluasan perkebunan kopi pada tahun 1959, luas perkebunan swasta dan perkebunan negara mencapai 47.291 hektar, sedangkan perkebunan rakyat mencapai 256.168 hektar. Total produksi kopi Indonesia pada tahun tersebut mencapai 84.274 ton hingga tahun 2007 luas perkebunan swasta dan perkebunan negara tidak menunjukkan perkembangan yaitu hanya 52.482 hektar (4%), sedangkan perkebunan rakyat telah mencapai 1.243.429 hektar (96%) (Departemen Pertanian, 2008).
Sementara untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan data statistik tahun 2010 luas areal tanaman kopi tercatat seluas 13.875,50 ha dengan produksi 3.315 ton, dan untuk luas areal perkebunan di Kabupaten Malinau 7.223 Ha, kopi seluas 1.932 Ha, dengan produksi kopi sebesar 687 ton.
Untuk mencapai sasaran yang dimaksud, maka tidak terlepas dari upaya penerapan teknologi yang tepat, yakni baik pengolahan lahan, pemupukan, pengendalian HPT, pemilihan bibit unggul, jarak tanam, penanganan pasca panen dan pegolahan hasil, optimis usaha tersbut menjadi kenyataan sesuai harapan dan tujuan yang akan dicapai.
Beranjak dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan antara dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat “dengan memperhatikan tingkat dinamika kelompok tani dengan tingakat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp) di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat.
I.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat dinamika kelompok tani pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang ?
2. Bagaimana tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang?
3. Bagaimana hubungan dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang ?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat dinamika kelompok tani di desa Kuala Lapang.
2. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp) di desa Kuala Lapang.
3. Untuk mengetahui hubungan dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp) di desa kuala Lapang.
I.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Peneliti, untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan dengan menjabarkannya pada objek yang sesungguhnya.
2. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah kelompok tani dalam rangka pembinaan dan pengembangan kelompok tani di pedesaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.I. Fungsi Kemampuan dan Dinamika Kelompok Tani
2.I.I. Pengertian Kelompok Tani
Kelompok tani merupakan organisasi masyarakat yang berada di bawah pembinaan pemerintah desa sebagai wadah partisipasi masyarakat desa yang melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (Mardikanto, 1993).
Hariadi (2004), menambahkan bahwa kelompok tani merupakan sebagai unit usaha (bisnis). Organisasinya bersifat non formal, dapat dikatakan kuat karena dilandasi oleh kesadaran bersama dan asas kekeluargaan.
Adapun faktor lain yang menentukan karakteristik individu dalam kelompok tani sangat menentukan kemajuan dari kelompok tersebut seperti umur, luas lahan, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusaha tani.
Menurut Hernanto (1995), tinggi rendahnya pendidikan petani akan mencerminkan kualitas petani sebagai sumber daya manusia (pengusaha). Artinya keterbatasan pendidikan akan menutup cakrawala yang ada pada memori pikirannya, sehingga hanya bergantung pada pengalaman berusahatani secara turun temurun atau secara tradisonal dalam berusaha taninya.
2.I.2. Fungsi Kelompok Tani
Bahwa setiap orang memiliki peluang untuk dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan yang baik, sehingga meskipun dia tidak memperoleh pengakuan sebagai seorang pemimpin, dia tetap saja dapat memimpin orang lain atau melaksanakan fungsi kepemimpinan yang baik (Mardikanto, 1993).
Menurut Sugarda (2001), bahwa peranan atau fungsi kelompok tani adalah sebagai kelas belajar mengajar, sebagai unit produksi, sebagai wahana kerjasama. Dari uraian di atas, dapatlah dikatakan bahwa kelompok tani berfungsi sebagai wadah terpeliharanya kepemimpinan dan berkembangnya pengertian, pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan secara kegotong-royongan berusaha tani dan mengembangkan para anggotanya dalam wahana kerjasama kelompok tani dan anggotanya.
2.I.3. Kemampuan Kelompok Tani
Berdasarkan kemampuannya dikenal empat kelas (4) kemampuan kelompok tani dengan ciri-ciri untuk setiap kelompok tani (BIPP, 2001), adalah sebagai berikut:
I. Kelompok Pemula
a) Kontak tani masih belum aktif
b) Taraf pembentukan kelompok tani masih awal
c) Pimpinan formal aktif
d) Kegiatan kelompok bersifat informatife
2. Kelompok Lanjut
a) Kelompok tani menyelenggarakan demplot dan gerakan-gerakan terbatas.
b) Kegiatan kelompok dalam perencanaan (meskipun terbatas)
c) Pimpinan formal aktif
d) Kontak tani maupun memimpin gerakan kerjasama kelompok tani
3. Kelompok Madya
a) Kelompok tani menyelenggarakan kerjasama usahatani sehamparan
b) Pimpinan formal kurang menonjol
c) Kontak tani dan kelompok tani bertindak sebagai pemimpin kerjasama usahatani sehamparan.
d) Berlatih mengembangkan program sendiri
4. Kelompok Utama
a) Meningkatkan hubungan dengan KUD
b) Perencanaan program tahunan untuk meningkatkan produkutivitas dan pendapatan.
c) Program usahatani terpadu
d) Program disesuaikan dengan KUD
e) Pemupukan modal dan kepemilikan atau penggunaan benda modal.
2.2. Dinamika Kelompok Tani
Menurut Santosa (2004), dinamika kelompok tani, merupakan interaksi antara anggota kelompok yang satu dan anggota kelompok yang lain secara timbal balik. Artinya dinamika kelompok tani merupakan suatu kelompok yang tergabung teratur secara sosial, dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan keanggotaan secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
Menurut Tajuddin (2000), menambahkan untuk mengetahui hubungan dinamika kelompok tani, lebih banyak diukur dengan kemampuan kelas kelompok tani yaitu kelompok tani dengan kelas kemampuan yang tinggi disimpulkan dapat berperan baik dalam penerapan teknologi, atau penerapan sapta usahatani. Sedangkan kelompok tani dengan kelas kemampuan yang rendah, disimpulkan tidak dapat berperan baik dalam penerapan teknologi atau sapta usahatani.
Menurut Kusdirianto (1991), diketahui perbedaan kelas kelompok akan menunjukan pula perbedaan tingkat kepemimpinan kontak tani, selanjutnya perbedaan kelas kelompok akan menunjukan pula perbedaan tingkat dinamika kelompok tani.
Singgih (1995), bahwa tingkah laku dalam kelompok adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial. Artinya terbentuknya sebuah kelompok atas kesadaran dari dalam diri (pisikologi) seseorang yang mau ikut dan bergambung dalam sebuah himpunan kelompok.
Menurut Marzuki (2001), faktor yang mempengaruhi kedinamisan kelompok yaitu tujuan, struktur, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan, kekompakan, suasana, tekanan dan efektivitas kelompok. Artinya untuk mewujudkan suatu dinamika di dalam kelompok tani maka memerlukan tiga proses interaksi sosial yaitu proses komunikasi, kepemimpinan dan partisipasi yang melibatkan kelompok tani terlibat langsung dalam proses tersebut.
Menurut Hadari (1995), anggota kelompok tani tidak akan efektif menjalankan tugas dan kewajiban tanpa pengendalian, pengarahan dan kerjasama dengan pemimpin. Artinya hubungan yang ada seperti ini merupakan peluang bagi anggota untuk mengkomunikasikan hasil berpikir, antara pemimpin atau dengan anggota dan antara anggota.
Menurut Djoni dkk (2000), bahwa kelompok yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi baik di dalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisiensi mencapai tujuan-tujuannya.
Departeman Pertanian (1989), unsur-unsur yang membentuk dinamika kelompok tani dapat dinilai dengan mengukur nilai dari masing-masing unsur dinamika kelompok. Unsur-unsur yang nilainya tidak baik dianggap menjadi sumber kurang dinamisnya kelompok tersebut, sebaliknya jika unsur-unsur yang dinilai baik maka kelompok tersebut dikatakan dinamis terdiri dari enam unsur yaitu :
I). Tujuan Bersama Kelompok
Untuk menilai keefektifan sebuah kelompok atau organisasi adalah menilai anggotanya seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan kusus yang telah ditetapkan bersama oleh ketua kelompok dan anggota kelompok dalam sebuah oragnisasi tersebut.
2). Perasaan Bersama Kelompok
Semangat yang tinggi dan kesetiaan mendalam kepada kelompok, ikatan emosional yang erat antara anggota, saling menerima masukan dan memberi ruang menjadi diri sendiri dan kreatif akan menimbulkan kekompakan yang kuat antara anggota kelompok ( Charles, 1991).
Kekompakan kelompok ini menunjukan bahwa adanya tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok tersebut. Anggota kelompok yang memiliki kekompakan yang tinggi lebih terangsang untuk aktif mencapai tujuan kelompok.
3). Struktur Kelompok
Struktur kelompok menunjukan bahwa status, pembagian peranan dan urutan kekuasaan di dalam kelompok. Struktur berhubungan dengan pengambilan keputusan tugas dan bagian aliran komunikasi terjadi dalam kelompok serta sasaran bagi kelompok untuk berinteraksi, diperlukan musyawarah dan mufakat.
4). Partisipasi Kelompok
Faktor partisipasi ini sangat menentukan terhadap dinamika kelompok tani perkebunan kopi karena semakin aktif anggota kelompok dalam berpartisipasi maka akan semakin dinamisnya kehidupan kelompoknya.
Partisipasi dalam berpikir memecahkan masalah-masalah kelompok perlu digalakan, partisipasi dalam mewujudkan keputusan, menjadi sebuah kegiatan yang perlu dibina dan dikembangkan, sehingga tujuan kelompok dapat dicapai secara maksimal.
5). Keterpaduan Kelompok
Dalam persatuan tidak saja ada kekuatan tetapi juga sifat ekseklusif, ke”kita”an yang dinamika oleh yang bukan anggota kelompok. Hubungan yang ada diantara anggota kelompok dan para pengurus dan dukungan lingkungan fisik diwujudkan sebuah kegiatan yang terpadu. Karena keterpaduan menghasilkan suasana kerja dimana kelompok itu memberi kesan kepada semua anggota bahwa mereka dianggap setaraf.
6). Pengendalian Sosial
Masing-masing kelompok mempunyai adat kebiasaan ritual norma-norma perilaku (apa yang wajib dilakukan) dan peraturannya sendiri. Suatu ketegangan yang bermanfaat dapat menumbuhkan dorongan berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan kelompok.
2.3. Sejarah Singkat Perkebunan kopi di Indonesia
Tanaman kopi (Coffea sp.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman ini berasal dari Benua Afrika. Dibudidayakan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa pada tahun 1696, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf percobaan.
Di Jawa, tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya baru pada tahun 1699, karena tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi baik. Maka berkembang budidaya perkebunan kopi tersebut kesetiap daerah dari pulau Jawa. Bibit kopi di Indonesia pertama kali didatangkan dari Yaman pada waktu itu jenis yang didatangkan adalah kopi Arabika.
Kopi Arabika ini tidak cocok dibudidayakan di daerah dataran rendah karena tidak tahan terhadap serangan penyakit Hemileia vastatrix sehingga pada tahun 1875 didatangkan jenis kopi Liberika yang berasal dari Afrika Barat yang tadinya diduga bahwa tahan terhadap penyakit tersebut, yang ditanam sebagai sulaman dari tanaman kopi Arabika yang mati namun kenyataan tidak tahan juga terhadap penyakit tersebut. Sehingga pada tahun 1900 Linden mengirimkan kopi Canephora ke Jawa yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama kopi Robusta dari Brussel.
2.3.1. Tinjauan Umum Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Kopi merupakan jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh di mana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Jenis kopi yang banyak diusahakan di Indonesia yaitu Robusta dan Arabika.
Adapun Klasifikasi tanamn kopi (Coffea sp.) berdasarkan klasifikasi dan botani tanaman, kopi termasuk dalam:
Kingdom :Plantai (tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuh berbunga)
Sub Divisio : Angiospermae (menghasilkan biji)
Class : Dicotyledonae (berkeping dua /dikotil)
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Coffea
Divisio : Spermatophyta (tumbuh berbunga)
Sub Divisio : Angiospermae (menghasilkan biji)
Class : Dicotyledonae (berkeping dua /dikotil)
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta Lindl. Ex De Will
Tanaman kopi dapat tumbuh optimal pada 0 - 10 0 C LS dan 0 - 5 0 C LU. Untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan kopi adalah elevasi 800 -1500 mdpl untuk kopi jenis Arabika dengan suhu antara 17 - 21 0 C. Jadi syarat umum untuk di Indonesia agar biasa produktif dan tahan terhadap penyakit Hemileia vastatrix, ditanam pada ketinggian 1.000-1.750 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 16-20 0C. Sedangkan kopi rubusta dapat ditanam pada elevasi 0 – 1500 mdpl dengan temperature rata-rata 21-24 0C. Di mana dengan curah hujan 2000-3000 mm/th dan keasaman tanah atau pH tanah 5.5 - 6.5 artinya tanah yang dalam banyak mengandung humus tanah yang lebih asam, dengan catatan fisik tanaman kopinya baik sesuai dengan fisiologi tumbuhan tanaman kopi.
2.3.2. Varitas/Klon
Pada sejarah singkat mengenai tanaman kopi ( Coffea sp.) bahwa dalam garis besarnya varietas atau jenis tanaman kopi itu ada 3 (tiga) yakni kopi Arabika, Robusta, dan Liberika. Adapun jenis klon yang baik dibudidayakan adalah Arabika Bp 42, dan Robusta ,Bp 358, (Aksi Agraris Kanisius, 1980).
2.4. Budidaya dan Bercocok Tanam
Di dalam rangka bercocok tanam, selain memperhatikan keadaan iklim, jenis dan varietas yang akan ditanam, juga harus diperhatkan pekerjaan-pekerjaan yang akan dijalankan, seperti:
2.4.I. Pembibitan
Pembibitan tanaman kopi dapat digolongkan menjadi dua (2) yakni baik secara generatif dan vegetatif. Secara generatif merupakan pembibitan yang berasal dari biji unggul (Sadjad, 1993). Biji tumbuh kalau dipelihara dan ada campur tangan manusia, yang tujuannya untuk dibudidayakan Kuswanto ( 1997), benih adalah tanaman mudah yang sudah tumbuh di persemaian dan siap dipindahkan ke lokasi penanaman, dengan memperhatikan benih tersebut bermutu atau tidak, salah satunya adalah mutu fisik, mutu fisiologi, dan mutu genetik. Ditambahkan oleh Sadjad (1993), rendahnya mutu genetik maka pertumbuhan gulma yang dominan pada perkebunan tersebut. Sementara pembibitan secara vegetatif merupakan dengan cara sambung dan stek, dengan kata lain berasal dari pembiakan secara generatif.
2.4.2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dimulai perlu memperhatikan keadaan tanah itu sendiri, baik mengenai kesuburan tanahnya, cara pengolahan lahan, pada lahan kering harus diperhatikan adalah kodisi lahan secara umum, pengolahan lahan di lahan kering dapat dilakukan secara sempurna (OTS ) atau olah tanah secara intensif (Prasetyo, 1996).
2.4.3. Mengatur Jarak Tanam
Mengatur jarak tanam, bermaksud agar tiap-tiap tanaman tidak saling mengganggu sehingga memperoleh intensitas penyinaran secara optimal. Dewasa ini hampir semua perkebunan bibit kopi Robusta dan Arabika dengan menggunakan jarak tanam berkisar 2,5 m - 3 m dengan perkiraan jumlah tanaman perhektar adalah 1.100-1.500 pohon. Namun yang menentukan produksi tanaman kopi itu baik atau tidaknya adalah kesuburan, pada tanah yang subur jarak tanam dibuat renggang, tetapi jika tanah itu tidak subur tanaman dibuat agak rapat, Menurut Lamina (1989), jarak taman yang dianjurkan lebih rapat guna mengurangi jumlah penguapan air dari tanah, dan tergantung juga dari penanaman pohon pelindung karena, umur tanaman akan lebih panjang, menghindari adanya over-produksi, kepekaan serangan hama penyakit lebih berkurang.
Adapun pohon pelindung yang sering digunakan pada pelindung tanaman kopi adalah pohon dadap (Eurythrina lithosperma), pohon sengen, (Albizzia falcate) dan pohon Lamtoro (Leucaena glauca). Pohon ini sering dipergunakan untuk sebagai bahan pelindung tanaman kopi di perkebunan, karena tumbuhnya cepat, bentuk dari naungannya merata.
2.4.4. Pemeliharaan Tanaman Kopi
Pemeliharaan tanaman kopi merupakan syarat penting bagi setiap petani. Salah satunya adalah penyulaman, tanaman kopi perlu adanya penyulaman untuk mengurangi tingkat kematian pada tanaman kopi.
Selanjutnya adalah pemangkasan bila tanaman sudah mulai dewasa atau berumur hampir produksi maka dilakukan pemangkasan baik pemangkasan pohon-pohon pelindung maupun cabang ranting-ranting yang tidak berproduktif agar proses penyinaran matahari selalu optimal.
Adapun pemangkasan tanaman kopi terdiri dari tiga jenis pemangkasan yakni pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan peremajaan. Pada pemangkasan bentuk bermaksud agar tanaman biasa membentuk mahkota pohon yang dikehendaki, setelah melakukan pemangkasan bentuk maka dilakukan pemengkasan pemeliharaan yakni membuang semau cabang sekunder dengan jarak ± 15-20 cm dari cabang-cabang primer.
Setelah itu akan dilakukan pemangkasan peremajaan adalah untuk membuat kebun kopi yang sudah tua dan pohon-pohon kopi yang tidak berproduktif menjadi muda kembali tanpa disertai penanaman secara besar- besaran.
2.4.5. Pemupukan
Pada umumnya pemupukan tanaman kopi diberi 2 kali dalam satu tahun, terkecuali kopi muda hanya diberi sekali. Sedangkan pupuk yang mengandung N diberi 2 kali dan pupuk yang mengandung P dan K hanya diberi satu kali yakni pada bulan Maret/ Mei.
2.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hasan Baris Jumi, (1991). Dari sekian banyak musuh tanaman hama merupakan peranan penting, karena jumlahnya yang cukup banyak dan hampir separuh menggangu tanaman. Gangguan pada tanaman kopi yang sangat merugikan tingkat produksi tanaman kopi salah satunya adalah penyakit, penyakit yang banyak muncul salah satunya adalah penyakit akar hitam. Pada budidaya kopi penyakit akar hitam ini dapat merugikan berat pada perkebunan kopi sedangkan penyakit akar coklat (W.Bally, 1931), jamur ini menghabiskan persediaan makanan yang berasal dalam tanah (sisa-sisa akar ) dengan sangat lambat, sehingga dapat bertahan lama. Serangan pada penyakit ini dapat dilihat pertumbuhan daun kurang segar, warna daun menguning, layu dan arahnya menggantung sehingga daun rontok dan gugur..
2.4.7. Panen Buah Kopi
Panen buah kopi tidak hanya dilakukan sekali saja, melain kan mengikuti gelombang musim bunga hal ini bisa berjalan 3 – 4 bulan. Dari bunga sampai buah itu masak makan waktu 8 – 12 bulan apabila musim bunga berlangsung berawal dari bulan april – juli musim panen akan berlangsung dari bulan mei sampai bulan agustus berikitnya.
2.4.8. Pengolahan Hasil
Di dalam dunia perdagangan, kopi hanya dapat diperdagangkan dalam bentuk biji-biji yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit untuk mendapatkan kopi beras perlu ada pengolahan . Pengolahan kopi ada dua cara yakni:
1) Pengolahan kering yang biasanya disebut” O.I.B.” singkatan dari Oost Indische Bereiding. Pengeringan ini bisa dilakukan dengan dua tahap pertama-tama dengan menggunakan bahan bakar dengan panas 100 0C dengan kandungan air tinggal 20% kedua dengan panas sinar matahari ± 50 0C – 60 0C, sehingga kandungan airnya tinggal 6-8 % proses pengeringan ini memakan waktu berkisar 4-6 hari.
2) Pengolahan basah atau disebut “W.I.B.” singkatan dari Wet Indische bereiding.
Pengolahan basah ( W.I.B.) pengolahan secara basah pada umumnya hanya dijalankan oleh perusahaan - perusahaan besar saja. Sedangkan yang dilakukan petani sangat sedikit atau jarang.
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.I. Kerangka Pemikiran
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan komoditi ekspor yang cukup menggembirakan karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia, selain itu tanaman kopi juga mempunyai fungsi sosial, sebab dengan adanya usahatani kopi artinya dapat memberikan kesempatan kerja bagi yang memerlukan lapangan pekerjaan.
Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar dalam tahap budidaya, hanya membutuhkan teknologi yang cukup sederhana dan mudah dilakukan. Pembinaan terhadap anggota kelompok tani oleh penyuluh pertanian atau ketua kelompok dan badan BPP berperan aktif dalam membina kelompok tani, agar kelompok tani tersebut semakin dinamis. Pemimpin yang tangkas komunikasi, tegas dalam kepemimpinan, artinya mempunyai kemampuan untuk membina dan mengembangkan kemampuan kelompok tani dan anggotannya, untuk mengarahkan ke penguasaan teknologi pada usahatani kopi yang lebih baik.
Untuk itu, diperlukan kegiatan-kegiatan pelatihan dalam kelompok tani yang artinya setiap anggota kelompok tani mau dan berpartisipasi dalam anggotanya, sehingga sasarannya adalah untuk meningkatkan kemampuan anggota kelompok tani, mampu dalam penerapan teknologi pada usahatani kopi, dan semakin dinamisnya hubungan dinamika kelompok taninya serta anggota kelompok taninya.
SIKAP |
Kepemimpinan |
Interaksi |
Dinamika Kelompok Tani: 1. Tujuan bersama kelompok 2. Perasaan bersama kelompok 3. Struktur kelompok 4. Partisipasi kelompok 5. Keterpaduan kelompok 6. Pengendalian sosial |
Komunikasi |
Pembentukan |
Tujuan |
Tingkat penerapan teknologi |
Kemampuan |
Tinggi |
Sedang |
Rendah |
Gamba.1 Bagan Alur Pemikiran Mengenai Hubungan Antara Dinamika Kelompok Tani Dengan Tingkat Penerapan Teknologi Pada Usahatani Kopi (Coffea sp.) Di Desa Kuala Lapang Kecamatan Malianu Barat Kabupaten Malinau.
3.2... Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka hipotesisi yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini yaitu: Diduga terdapat hubungan tingkat dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat Kabupaten Malinau.
IV. METODE PENELITIAN
4.I. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai bulan Ferbuari sampai bulan Agustus 2011 dengan lokasi penelitian di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat Kabupaten Malinau.
4.2. Definisi Operasional
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai apa yang diteliti, maka diuraiankan definisi operasional untuk objek yang akan diteliti, pengukuran dan satuan yang digunakan dalam mentode penelitian ini sebagai berikut:
1. Responden adalah anggota kelompok tani yang tergabung dalam usahatani kopi yang berada di lokasi penelitian.
2. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang melakukan usahatani kopi di desa Kuala Lapang.
3. Untuk mengetahui tingkat dinamika kelompok tani diukur dengan indikator sebagai berikut:
1) Tujuan bersama kelompok
2) Perasaan bersama kelompok
3) Struktur kelompok
4) Peluang berpartisipasi Kelompok
5) Keterpaduan kelompok
6) Pengendalian masalah sosial
3. Tingkat dinamika kelompok tani dihitung dengan memberikan skor berdasarkan ketetapan-ketetapan bobot atau angka nilai masing-masing yang telah ditentukan dari tiap-tiap item indikator yang telah dibuat.
4. Tingkat penerapan teknologi adalah tingkat kemampuan kelompok tani dalam penerapan teknologi pada usahatani kopi dilihat dari tingkat kemampuan dalam melakukan kegiatan:
1) Pembibitan
2) Pengolahan lahan
3) Pengaturan jarak tanam
4) Pengendalian HPT
5) Pemupukan
6) Pemeliharaan
7) Panen dan pengolahan hasil
4.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode Purposive data berskala nominal yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung ke responden usahatani kopi, dengan menggunakan daftar pertanyaan atau lembar (quisioner), yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk data sekunder adalah data-data pendukung yang diperoleh dari studi kepustakaan, lembaga - lembaga atau instansi yang terkait untuk menunjang data primer yang diperoleh.
4.4. Metode Pengambilan Sampel
Di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat terdapat 5 kelompok tani dengan jumlah anggota yang dapat di perlihatkan pada Table 1 sebagai berikut:
Tabel.1 Jumlah populasi dan sampel usahatani kopi di desa Kuala Lapang tahun (2010).
No | Nama Kelompok Tani | Jumlah Anggota | Usahatani Kopi |
1 | Sumber Alam | 36 orang | 6 orang |
2 | Maranta | 19 orang | 1 orang |
3 | Sunggun Baru | 22 orang | 8 orang |
4 | Gema Rimba | 23 orang | 6 orang |
5 | Kuala sejahatera | 23 orang | 3 orang |
Jumlah | 123 Orang | 24 Orang |
Sumber: Data kelompok tani Desa Kuala Lapang.
Kartono ( 1990), apabila anggota populasi berjumlah 10 sampai 100 orang, maka pengambilan sampel dilakukan dengan secara sensus, dengan jumlah sampel 24 orang yang melakukan usahatani kopi di desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat, maka metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sensus.
4.5. Metode Analisis Data
Untuk analisis data pada penelitian ini, menggunakan metode pengukuran Likert, yakni menjabarkan indikator menjadi beberapa item pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk quisioner, dan setiap pertanyaan diberi skor sesuai dengan pilihan responden (James dan Dean, 1992). Indikator tersebut dapat diperlihatkan pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Skor dinamika kelompok tani No | Indikator | Skor | |
Minimum | Maksimum | ||
1 2 3 4 5 6 | Tujuan kelompok | 5 | 15 |
Perasaan bersama kelompok | 3 | 9 | |
Struktur kelompok | 3 | 9 | |
Berpartisipasi kelompok | 3 | 9 | |
Keterpaduan kelompok | 2 | 6 | |
Pengendalian masalah sosial | 2 | 6 | |
Total Skor | 18 | 54 |
Tabel 3. Skor tingkat penerapan teknologi pada perkebunan kopi
No | Indikator | Skor | |
Minimum | Maksimum | ||
1 2 3 4 5 6 | Pembibitan | 3 | 9 |
Pengolahan lahan | 2 | 6 | |
Pengaturan jarak tanam | 3 | 9 | |
Pengendalian HPT | 2 | 6 | |
Pemupukan | 2 | 6 | |
Pemeliharaan | 3 | 9 | |
7 | Panen dan pengolahan hasil | 2 | 6 |
Total Skor | 17 | 51 |
Apabila kategori yang ditentukan sebanyak tiga (3) kelas yaitu: kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah. Maka Suparman, (1990) interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut dari dua komponen indikator tersebut:
1. Dinamika kelompok tani
C = | Xn-Xi | C = | 54 – 18 | = 12 |
K | 3 |
2. Tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi
C = | Xn-Xi | C = | 51 – 17 | = 11,34 |
K | 3 |
Keterangan:
C = Interval kelas
K = Jumlah Kelas
Xn = Skor Maksimum
Xi = Skor Minimum
Hasil perhitungan di atas dapat digunakan untuk membuat kategori tingkat dinamika kelompok tani dan tingkat kemampuan penerapan teknologi kelompok tani sehingga dapat disajikan dalam Table 4 dan 5 di bawah ini.
Tabel 4. Kategori dinamika kelompok tani
No | Interval Nilai | Tingkat Dinamika Kelompok Tani |
1 | 18,00 - 30,00 | Rendah |
2 | 31,00 - 41,00 | Sedang |
3 | 42,00 - 54,00 | Tinggi |
No | Interval Nilai | Tingkat Penerapan Teknologi |
1 | 17,00 - 27,5 | Rendah |
2 | 29,00 - 39,5 | Sedang |
3 | 40,00 - 51 | Tinggi |
Untuk menetukan tingkat dinamika kelompok tani dan tingkat penerapan teknologi di desa Kuala Lapang maka dilakukan perhitungan dari 24 responden dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh R.Purnomo S. Akbar, 2006.
Keterangan:
Xi = tanda kelas. ½ (batas atas + batas bawah)
Fi = Ferkuensi sesuai dengan tanda kelas xi
= nilai rata-rata
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dinamika kelompok tani dan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi menggunakan rumus yang dikemukakan oleh (Kwanchai A. 2007) yakni:
Keterangan :
Oij : Jumlah Observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j
Eij : Banyak kasus yang diharapkan dibawah Ho untuk dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j
Berdasarkan rumus di atas dibuat table Chi-Square untuk menentukan tingkat dinamika kelompok tani dan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp) di desa Kuala Lapang seperti yang tercantum pada Table 6.
Tabel. 6 Hubungan antara dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.) di desa Kuala Lapang.
Dinamika Kelompok Tani | Tingkat Penerapan Teknologi | Jumlah | ||||||
Tinggi | Sedang | Rendah | ||||||
O11 | O12 | O13 | 0 | |||||
Tinggi | | | | | ||||
E11 | E12 | E13 | E1 | |||||
O21 | O22 | O23 | 0 | | ||||
Sedang | | |||||||
E21 | E22 | E23 | E2 | |||||
O31 | O32 | O33 | 0 | | ||||
Rendah | E31 | E32 | E33 | E3 | ||||
Jumlah | EA | EB | Ec | E |
Setelah hitung didapat, kemudian dibandingkan dengan tabel (db:= 0,05) dengan kaidah keputusan:
- Jika x2 hitung ≤ x2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, berati dinamika kelompok tani tidak terdapat hubungan terhadap tingkat kemampuan penerapan teknologi pada usahatani kopi
- Jika x2 hitung ≥ x2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,berati dinamika kelompok tani terdapat hubungan terhadap kemampuan penerapan teknologi pada usahatani kopi.
Untuk menguji berapa besar hubungan antara dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi ( Coffea sp.), maka digunakan rumus Koefisien Kontingensi Pearson sebagai berikut :
Keterangan:
C = Kontingensi/ hubungan
= Chi Kuadrat
N = Jumlah populasi
Untuk mengukur derajat erat atau tidaknya hubungan antara variable lainnya diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Rank-Spearman (Siegel,1997).
Keterangan:
Rs = Koefisien Rank- Korelasi (Spearman)
n = Menunjukan jumlah pasangan observasi antara satu variable terhadap variable lain
D = merupakan perbedaan rengking yang diperoleh pada tiap pasangan observasi
Sehingga untuk menghitung t hitung dengan n ≥ 10, dengan uji statistik dengan rumus sebagai berikut:
t hitung =
Dengan menggunakan derajat bebas (db) = N – 2 dan α = 0,05 dengan kaidah keputusan ( Hipotesisinya) :
Jika t hitung ≤ t tabel (α = 0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak,
Sehingga dengan kaidah keputusan tidak terdapat hubungan yang erat antara hubungan dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.),
Jika t hitung ≥ t tabel (α = 0,05), maka Ho ditolak Ha diterima,
Dengan kaidah keputusan terdapat hubungan yang erat antara hubungan dinamika kelompok tani dengan tingkat penerapan teknologi pada usahatani kopi (Coffea sp.)
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius, 1980. Bercocok Tanam Kopi, Yayasan Kanisius, Yogyakarta,
BIPP. 2001. Penilaian Kelas Kelompok Tani Nelayan. Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian , Balikpapan.
Charles, J. K. 1991. Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya. Terjemahan: A. M. Mangunhardjana. Kanisius, Yogyakarta.
Departeman Pertanian. 1989. Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Nelayan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Djoni dkk. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani.
Ditjen RLPS-DEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak Diterbitkan
Hadari, N. da M. Martin.1995. Kepemimpinan Yang Efektif. Gadjah Mada Univesity Press, Yogyakarta.
Hariadi, S.S. 2004. Kajian Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kelompok Tani sebagai Unit Belajar, Kerja Sama Produksi dan Usaha Ringkasan Disertasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Hasan Baris Jumi. 1990. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali, Jakarta.
Hernanto,F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
James, A. dan J. Dean. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Terjemahan: E. Koeswara. Eresco, Bandung
Kartono, K. 1990. Pengantar Metodelogi Riset Social. Mandar Maju, Bandung.
Kusdirianto. 1991. Pengaruh Kepemimpinan Kontak Tani Terhadap Dinamika Kelompok Tani. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM Program KPKUNBRAW,Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Andi. Yogyakarta.
Kwanchai A. dkk. 2007. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Ui-Press. Jakarta.
Lamina. 1989. Kedelai dan Pengembangannya. Simpley, Jakarta.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press Surakarta.
Marzuki S. 2001. Pembinaan Kelompok. Pusat Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta.
Prasetyo. 1996. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Purnomo S. Akbar, 2006. Pengantar Satistik Edisi Kedua.Bumi Aksara. Jakarta.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Rasindo. Jakarta.
Santoso S. 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi Cetakan 1. Bumi Aksara Jakarta.
Siegel, S.1997. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Gramedia, Jakarta.
Singgih, dkk. 1995. Psikologi Perawatan. BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Suparman, A. 1990 Statistik Sosial. Rajawali Press, Jakarta.
Tajuddin.,N. 2000. Penerapan Kelompok Tani Terhadap Penerapan Sapta Usahatani Padi Sawah ( 0ryza sativa L.) di Desa Loa Kulu Kota Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai. Skripsi. Fak. Pertanian. Univ. Mulawarman, Samarinda ( tidak dipublikasikan).
W. Bally, dkk, 1931. De Tegenwoordige Stand Van Het Vraagstukder Wortelaaltjes, Arch.
Terimakasih ilmunya. Boleh saya meminta file skripsinya pak? Untuk tugas akhir saya
BalasHapusmakasih udah share yah kak
BalasHapussurat al falaq